Sabtu, 02 Juli 2011

[FANFIC] Chocolate Love

Diposting oleh sachakarina di Sabtu, Juli 02, 2011


Length            : Oneshot
Genre             : Romance
Cast                : -Leeteuk (Super Junior)                          -Han Micha (Tokoh Fiksi)
                          - Choi Siwon (Super Junior)                     -Park Song Hye (Tokoh Fiksi)
                         
Ketika dia meninggalkanmu demi orang lain, relakan. Suatu hari, seseorang akan berterima kasih kepadanya karena telah melepaskanmu.
***
Setiap orang punya pendapat sendiri untuk merepresentasikan hidupnya seperti apa. Seperti Han Micha yang selalu menganggap hidupnya seperti gula-gula. Manis tiada batas. Hidup yang sudah dianggapnya sempurna kini berada di genggaman. Apa lagi yang dia butuhkan?
Micha bekerja di sebuah coffe shop yang cukup terkenal selama dua tahun. Dia tak begitu suka minum kopi tapi sangat menyukai pekerjaannya, Micha adalah pecinta susu dan segala yang berbau karamel. Terkecuali campuran karamel dan kopi, dia tak suka. Dia kadang sedikit bingung dengan orang-orang yang menjadikan kopi sebagai sarapan, terakhir kali dia mencobanya dia nyaris pingsan dan hampir dilindas mobil karena oleng saat menyeberang jalan bertepatan dengan lampu lalu lintas berubah warna dan dia belum sampai di seberang. Alasan utama dia tak menyukai kopi bukan cuma karena rasanya yang agak pahit, tapi juga lebih karena trauma.
Micha menyelesaikan tahap akhir pembuatan kopinya dengan memainkan busa susu sehingga menghasilkan pola yang indah dipandang.
“Selamat menikmati,” ujar Micha ramah saat dia mengidangkan Caffe Latte pada pelanggan yang harus dilayaninya sore itu sebelum waktu shift-nya berakhir.
Bel tanda pengunjung baru saja datang berdenting lagi membuat Micha merutuk kesal, dia kan sudah harus pulang sekarang dan temannya yang lain belum datang juga. Pria yang baru masuk itu berdiri di depan kasir dan menanti untuk memesan. Micha dengan senyum yang sudah kabur dari wajahnya melirik jam sekali lagi, pacarnya sudah pasti menunggunya di luar. Micha menghela nafas panjang.
“Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?” sapanya, berusaha mengukir senyum di wajahnya sendiri untuk tamu baru ini.
Hot chocolate.” kata pria itu singkat menyebutkan pesanannya. Micha menyebutkan sejumlah harga dan pria itu menyerahkan selembar uang. Setelah memberikan struk pembayaran dan kembalian uang, Micha dengan segera membuat minuman itu. Untung saja temannya segera datang sehingga dia bisa segera pergi. Dia tidak ingin menemukan pacarnya sudah menjelma menjadi patung es saat dia datang nanti.
Micha mengetatkan coat yang dikenakannya saat dia meninggalkan cafe, agar terpaan angin musim dingin tidak membekukannya. Mata Micha meneliti sekitaran dan tersenyum senang saat melihat orang yang dicarinya berdiri bersandar pada tiang lampu jalan.
Oppa..[1]” panggil Micha lalu berlari kecil mendekati sang pacar. Pria itu tersenyum menyambut  Micha. Sebuah dekapan dan kecupan hangat didaratkan di kening Micha sebagai ucapan selamat datang.
“Apa para pelanggan menyebalkan hari ini?” tanya pria itu sambil membetulkan letak syal Micha yang agak timpang agar udara dingin yang mengganggu itu tidak mengusik kehangatan di bagian lehernya. Dengan perhatian seperti itu, Micha yakin bahkan dia tidak memerlukan syal, dia sudah merasa hangat dengan kehadiran Sang Pacar di sampingnya, Siwon
 “Seperti biasa, pelanggan memang kadang banyak maunya. Mau kemana kita hari ini, Oppa?” Micha menggandeng tangan Siwon dan menariknya pergi.
“Kau mau bermain ice scating?” usul Siwon dan mata Micha langsung berbinar bahagia. Tapi sedetik kemudian, senyum manisnya memudar.
Oppa, apakah aku bisa mengajak Song Hye?” Micha bertanya ragu-ragu. Song Hye adalah sahabat terbaik yang Micha punya, mereka bersahabat sejak masih bersekolah di SMA. “Sejak beberapa hari yang lalu dia mengajakku bermain ice scating tapi aku selalu menolaknya karena pergi denganmu.”
“Tentu, kamu bisa mengajaknya juga.” kata Siwon penuh simpati.
Jinjayo[2]? Aku akan segera menghubunginya dan mengajaknya bergabung!” teriak Micha bersemangat dan mengambil ponselnya untuk menghubungi sahabatnya itu.
Perjalanan  baru pun dimulai.
***
Micha membeku. Bukan karena udara dingin, tapi karena melihat pemandangan di hadapannya yang terlalu tidak masuk akal untuk diproses otaknya. Micha menatap nanar ke arah arena ice scating yang lumayan ramai.
Disana, pemandangan menjijikkan itu memanjakan matanya.
Pacarnya dan sahabatnya sedang bermain ice scating dengan mesranya. Tadinya, Micha janjian dengan teman sekerjanya untuk bermain ice scating bersama, tapi yang didapatnya malah ini. Pantas saja Micha ingin datang secepat mungkin ke tempat itu, padahal dia dan temannya janjian sejam lagi, rupanya intuisi menuntunnya untuk menguak semua pengkhianatan ini.
Micha tak ingin percaya, tapi yang dilihatnya sekarang terlalu nyata untuk disangkal. Song Hye dan Siwon saling berpegangan tangan dan meluncur lincah di atas arena es. Song Hye sangat jago bermain ice scating, Siwon juga. Jadi tidak ada alasan lain yang bisa mematahkan anggapan Micha bahwa kedua orang itu tidak memiliki hubungan khusus. Padahal dia sangat berharap ada. Dia tak ingin kehilangan kepercayaan kepada sahabat dan pacar yang sangat dicintainya.
Lalu kedua orang itu saling berbagi kecup di depan puluhan pasang mata, seakan dunia hanya milik mereka. Waktu seperti berhenti seketika. Mata Micha melotot sesaat lalu perlahan mengabur diikuti butiran air yang jatuh satu-satu. Dan tanpa ada perintah, rasa manis yang selalu dimiliki hatinya itu menguap seketika. Hambar. Mati.
Micha merogoh ponsel dalam tas dengan tangan bergetar, dia segera mengirimkan SMS yang mengatakan bahwa dia membatalkan acara mereka pada temannya. Tanpa menunggu jawaban, Micha mencabut baterai ponselnya dan memasukkannya kembali ke dalam tas dengan asal-asalan. Dia tak ingin bertemu lagi dengan Siwon ataupun Song Hye!
***
Leeteuk membuka jendela apartemennya yang langsung menyugukan pemandangan taman pagi hari. Salju-salju yang menutupi pohon mulai mencair seiring semakin mendekatnya musim semi. Pemandangannya biasa-biasa saja, tapi Leeteuk tetap berdiri di ambang jendela, mengamati gadis yang sedang duduk di ayunan sana dengan tatapan sendu, kepala gadis itu disandarkan pada rantai yang menyangga ayunan.
Bahkan dari jarak dua ratus meter, Leeteuk bisa tahu gadis itu sedang menangis. Bahunya berguncang pelan dan terpaan sinar matahari membuat air matanya tampak berkilau.
Leeteuk menghela nafas pelan lalu melangkahkan kakinya mendekati gadis itu, gadis itu mendongak dengan wajah berlumuran air mata, dia menatap Leeteuk heran. Dan tanpa basa-basi Leeteuk langsung mengusapkan jari telujuknya di wajah gadis itu untuk menghapus jejak air mata yang ada di sana.
Tapi sayang, itu semua hanya khayalan terliar yang bisa Leeteuk imajinasikan dalam kepalanya karena bahkan sebelum dia melangkahkan kaki menjauhi ambang jendela itu, gadis yang sedari tadi menjadi fokus pandangannya sudah menghapus air matanya dengan cepat. Untuk sesaat gadis itu duduk memandang tanah yang agak basah karena salju yang mencair, dia menghela nafas panjang dan berat lalu menghembuskannya pelan.
Gadis itu mengangkat pergelangan tangannya untuk melihat jam lalu beranjak pergi.
Leeteuk tahu siapa gadis itu, dan di mana dia bisa menemukannya.
***
Cuaca sedikit lebih hangat karena musim semi sudah datang, tapi Micha merasa sangat dingin, mungkin lebih dingin dari musim dingin terdingin di manapun itu. Hatinya terasa beku.
Sejauh ini Micha tak pernah bisa mengomandoi air matanya sendiri agar tidak jatuh saat mengingat peristiwa berminggu-minggu lalu di arena ice scating itu. Sakit itu terlalu berbekas.
Mengapa mereka Siwon dan Song Hye setega itu? Salah apa dirinya? Selama ini Micha berusaha memberikan yang terbaik untuk siapapun, tapi yang dia dapatkan malah seperti ini. Sebuah pengkhianatan. Yang terasa sangat mengiris. Micha tak tahu lagi bagaimana keadaan hatinya saat ini. Porak-poranda. Lebam di sana-sini.
Hidupnya bukan lagi sebuah gula-gula, tapi seperti kopi. Espresso. Hitam kelam dan pahit. Padanan yang selama ini sangat tidak disukai Micha dan berusaha dihindarinya. Tapi toh akhirnya rasa itu datang sendiri juga.
Micha tersentak dari lamunannya karena senggolan pelan dari temannya, mengisyaratkan agar dia segera menyelesaikan apa yang seharusnya dia kerjakan saat ini. Micha menyiapkan sebuah cangkir dan dengan lesu mulai membuat espresso.
“Aku tidak memesan ini, Nona.” suara itu membuat lamuan Micha pecah, kesadarannya kembali ke dunia dimana seharusnya dia berada. Mata Micha memicing sambil membaca struk pria itu. “Aku memesan hot chocolate, bukan espresso.” lanjut pria itu lagi dengan suara tenang. Pria itu lebih sering mengunjungi cafenya akhir-akhir ini dan selalu memesan minuman yang sama. Menyadari kesalahan fatal yang dilakukannya, Micha langsung membungkukkan badan untuk meminta maaf.
Jweisonghamnida[3]. Saya akan segera menggantinya.” Micha segera mengambil cangkir itu dan melesak pergi untuk menyiapkan pesanan yang benar.
***
Micha menimang sebuah lollipop karamel yang ditemukannya di dalam tas. Dulunya dia memang sangat menyukai permen manis itu sehingga mempunyai banyak persediaan di dalam tasnya, apalagi Siwon rajin menghadiahinya dengan permen seperti itu.
Dadanya mendadak nyeri yang teramat sangat. Micha menghirup udara yang seketika terasa panas dan membakar rongga dadanya. Rasa panas itu membuat dadanya seribu kali lipat lebih nyeri dibandingkan yang tadi. Micha mendongak, berharap dengan begitu air matanya tidak jatuh. Dia lelah menangis tapi kelenjar air matanya terlalu mudah terstimulasi bahkan dengan kenangan-kenangan yang tidak seharusnya penting.
Micha merogoh tasnya kembali dan mencari di setiap sudut dan kantong di dalam tas yang mungkin menjadi tempat permen-permen itu bersembunyi. Dia menemukan dua permen lainnya. Tanpa basa-basi, Micha langsung melempar permen-permen itu ke tong sampah yang tidak begitu jauh dari ayunan tempatnya duduk sekarang. Terdengar bunyi permen dan tong sampah beradu, tapi Micha tak ingin repot-repot mengetahui apakah lemparannya masuk sasaran atau tidak.
Matahari perlahan menghilang, menyisakan semburat jingga di langit yang mengingatkan Micha dengan bungkusan permen tadi. Akh, lagi-lagi bayangan Siwon melintas. Apa yang harus dia lakukan agar bayangan itu menghilang dari pikirannya?
“Kau tak mau lagi permen ini?” Permen yang dilemparkannya tadi di tempat sampah kini dijulurkan kembali padanya dari arah belakang. Micha menoleh, hanya untuk memastikan karena dia sangat mengenali suara itu.
Hot chocolate.” bisik Micha pelan, dalam hati mengakui kemampuan memorinya yang lumayan bagus—atau mungkin juga tidak bagus. Karena terlalu gampang mengingat sesuatu makanya sekarang dia kesulitan melupakan mantannya. Well, belum ada kata putus antara dia dan Siwon tapi dia sudah menganggap hubungan mereka telah berakhir.
Suara itu milik salah satu pelanggannya yang paling sering memesan hot chocolate, minuman yang sangat jarang dicobanya. Micha memang terlalu fanatik, jika menyukai sesuatu, dia akan sangat menyukai sesuatu itu dan tak memberi kesempatan bahkan pada dirinya sendiri untuk mencoba yang lain.
Ne?[4] tanya Leeteuk karena tidak mendengar apa yang Micha katakan.
Aniyo,[5]” Micha menggeleng cepat untuk meyakinkan pria yang kini berdiri di hadapannya bahwa memang tidak ada apa-apa.
“Kau tak menginginkan permen ini lagi?” Micha menggeleng lagi sebagai jawaban. “Sayang sekali kalau begitu. Apa aku boleh duduk disini?” Leeteuk bertanya sambil menunjuk ayunan yang kosong di sebelah Micha.
“Silahkan, aku bukan pemilik ayunan itu!” Leeteuk tertawa pelan mendengar jawaban itu.
Keheningan meliputi mereka sesaat.
“Aku mengenalmu, Ahjussi[6]. Kau adalah salah satu pelanggan di café tempatku bekerja.” Micha-lah yang bersuara lebih dulu. Mata Leeteuk melebar mendengar sapaan itu.
Mwo[7]? Kau memanggilku apa? Ahjussi? Apakah aku terlihat setua itu?”
Micha mengangkat bahu sekenanya.
“Oke, panggil aku Leeteuk. Kau? Namamu siapa?” Leeteuk memperkenalkan diri.
“Apakah penting menyebutkan namaku?” balas Micha acuh tak acuh. Leeteuk mengernyit sedikit, dia tidak menyangka kalau gadis ini ternyata galak. Dari luar dia terlihat sangat rapuh. Mata sendunya tak pernah bisa berbohong.
“Menurutku itu penting, apalagi aku sudah menyebutkan namaku.”
“Aku tidak memintamu menyebutkan namamu.” Micha berkata sinis lalu bangkit berdiri dan beranjak pergi. Micha sengaja bersikap seperti itu untuk mencipta jarak sejauh-jauhnya dengan orang lain. Di matanya kini, semua pria sama saja.
Micha memperlambat langkahnya dan menoleh ke arah taman. Leeteuk sudah tidak di sana lagi. Rasa hampa itu kembali menggerogoti hatinya. Jiwanya. Saat ini, memang seharusnya dia mencari teman untuk menumpahkan semua ganjalan yang ada di hatinya. Tapi lagi-lagi, bayangan akan dikhianati oleh sahabat sendiri kembali menggantung di depan matanya.
“Micha. Tunggu!”
Jantung Micha mencelos mendengar panggilan itu. Itu bukan Leeteuk yang tadi berusaha mengajaknya mengobrol, tapi seseorang yang sangat ingin dilupakannya.
Siwon.
Micha tak menoleh dan berusaha mempercepat langkah. Meski begitu Siwon dengan mudah bisa mengejarnya. “Micha” panggil Siwon lagi. Micha seketika berubah jadi tuli. Karena agak sebal diabaikan, Siwon langsung menahan lengan Micha, dengan sekali sentakan tubuh Micha kini sudah menghadap ke arahnya, gadis itu meringis pelan dengan air mata sudah berkumpul di pelupuk. Siap untuk jatuh kapan saja.
“Kenapa kau menghindariku?” tanya Siwon, Micha menunduk. Dia tak ingin menatap mata Siwon. Bagaimana jika dia hanyut di dalam sana? Tak ada yang bisa menolongnya, bahkan dirinya sendiri pun tidak.
“Aku terus mencarimu. Nomormu tidak aktif dan kau juga pindah apartemen tanpa memberitahuku.” Micha memang sengaja melakukan semua itu, agak Siwon tak memiliki akses lagi untuk menemuinya, tapi mereka bertemu juga di taman ini dengan tidak sengaja.
“Kita..” Micha berkata dengan suara bergetar, dia menghela nafas panjang lalu mendongakkan kepala dengan percaya diri. Dia sudah mengatakan lelah menangis. “Kita.. Hubungan  kita sudah selesai, Oppa.” Micha menyelesaikannya dalam satu tarikan nafas. Selesai sudah.
“Kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu? Aku merindukanmu.” Micha mendengus pelan.
“Kenapa?? Karena aku membencimu. Seharusnya kau tak perlu membuang tenaga untuk mencariku, temui saja Song Hye. Dia menunggumu!” Siwon tersentak mendengar nada sarkatis itu.
“Aku mencintaimu.”
“Juga sahabatku?” Micha merespon cepat. “Pergilah padanya, Oppa! Dan jangan menemuiku lagi dan aku juga tak ingin bertemu denganmu.”
“Aku tahu kau mencintaiku. Aku tahu kau cuma berpura-pura tegar.”
“Aku bisa bahagia tanpamu. Dan aku berharap kau lebih bahagia dengan Song Hye!” Micha melepaskan cekalan Siwon lalu pergi. Siwon menatap punggung Micha yang semakin menjauh. Micha meminta, dia menuruti!
“Ya, kau yang memutuskan itu.” Micha masih bisa mendengar suara pelan Siwon di belakang. Jadi benar, Siwon jauh lebih memilih Song Hye dari dirinya. Dia tak pernah menyangka bahwa rivalnya adalah sahabat karibnya sendiri.
Dan Micha memilih mengalah.
Air matanya mulai menggumpal lagi dan dadanya sesak pada saat bersamaan. Ada yang menyumbat saluran pernafasannya. Micha megap-megap kehabisan nafas, dia jatuh terduduk di jalanan yang sepi.
Lalu seseorang menyentuh bahunya.
“Memang seharusnya kau menangis untuk menyembuhkan sedikit lukamu.” Di bawah temaram lampu jalan yang agak redup, Micha bisa melihat Leeteuk dengan wajah teduh. Tak sanggup lagi menahan semua, Micha mulai tersedu-sedu.
***
Micha memandangi cokelat hangat yang ada di genggamannya, matanya sembab karena tangis yang baru saja reda. Leeteuk duduk di sebelah Micha tanpa berkata sepatah kata pun, hanya diam menunggu gadis—yang belum dia tahu namanya—ini berbicara, jika dia memang mau. Leeteuk tak ingin memaksa.
“Cokelat bagus untuk memperbaiki mood, minumlah!” pinta Leeteuk karena sejak tadi Micha hanya memandangi mug yang dipegangnya. Micha menoleh, dia memandang Leeteuk lumayan lama lalu kembali menatap minuman itu.
Saat ini Micha berada di apartemen Leeteuk yang didominasi warna putih dan terasa menentramkan. Suara di otak Micha memerintahnya untuk segera pergi dari tempat itu, bagaimana pun dia hanya mengenali Leeteuk sebagai salah satu pelanggannya, tidak ada yang tahu apa yang diinginkan pria itu padanya. Tapi Micha tak juga beranjak, ruangan itu terasa nyaman. Seperti spons yang dapat menyerap air, suasana nyaman dari ruangan itu menyerap kegundahan di dalam hatinya.
Micha akhirnya menyeruput minumannya, rasa hangat menjalari seluruh tubuhnya. Leeteuk menoleh lalu berkata, “Kau sudah merasa baikan?” Micha mengangguk.
Gamsahamnida.[8]” ujarnya pelan.
“Maaf, aku membawamu ke sini. Aku agak panik mendapatimu menangis hingga tidak tahu harus berbuat apa.”
“Jangan! Jangan meminta maaf. Harusnya aku yang meminta maaf karena merepotkanmu.”
Leeteuk tiba-tiba teringat pria yang berbicara dengan Micha sebelum dia menemukannya tadi. Apakah pria itu berbuat sesuatu pada gadis ini? “Pria tadi—”
“Mantan pacarku. Dia berselingkuh dengan sahabatku.”
“Maaf, aku tidak bermaksud.”
Tanpa Leeteuk minta, Micha sudah menceritakan semua yang terjadi, seperti Leeteuk adalah sahabat yang sekian lama tidak dia temui, dan menceritakan semua yang terjadi selama ini adalah sebuah keharusan. Micha menyeruput cokelatnya lagi setelah menyelesaikan cerita yang menyesakkan itu. Kini dadanya terasa lowong, dan ternyata cokelat tidak seburuk yang dia bayangkan. Ada sedikit rasa pahit memang, tapi itu tertutupi oleh rasa manis yang tidak begitu berlebihan. Dia berjanji akan mencicipinya lagi entah dalam bentuk minuman atau kepingan.
“Aku pikir hidupku semanis permen karamel, tapi ternyata semua salah.” kini Leeteuk tahu mengapa Micha membuang permennya tadi.
“Tidak semua yang manis memang bagus. Misalnya saja obat yang kita minum saat sakit memang pahit dan kadang kita enggan meminumnya, tapi akhirnya obat itulah yang menyembuhkan kita. Yang pahit pun bisa memberikan sesuatu yang berarti.” kata Leeteuk dan dibenarkan oleh Micha.
Ini semua adalah sebuah pembelajaran untuknya. Tuhan sudah mengatur semuanya. Dia hanya perlu berjuang keluar dari kepedihan itu.
Micha akhirnya pamit pulang setelah menghabiskan cokelat hangatnya dan cerita sedih yang bertumpuk-tumpuk. Leeteuk memaksa ingin mengantar meski Micha sudah menolak karena tempat tinggalnya juga tak begitu jauh dari situ. Jarak tempat tinggal Micha yang baru dengan apartemen Leeteuk hanya lima belas menit berjalan kaki dengan kecepatan sedang dan tiga puluh menit berjalan kaki dengan kecepatan kura-kura seperti yang kedua orang itu terapkan saat ini.
Terima kasih, sudah mengantarku pulang.” kata Micha setelah berdiri di depan apartemennya. Leeteuk tersenyum menampilkan lesung kecil yang ada di dekat bibirnya. Micha baru tahu kalau Leeteuk memiliki lesung pipi yang membuat senyumnya semakin cemerlang. Siwon juga pu—Tidak! Micha tak ingin lagi memikirkan itu.
Ne.” gumam Leeteuk lalu berbalik dan pergi.
“Leeteuk-ssi[9]!” Leeteuk menoleh saat mendengar Micha memanggilnya. “Namaku Micha. Han Micha.” Leeteuk melambaikan tangan tanda mengerti. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana lalu kembali berjalan pulang.
Seulas senyum tersungging di bibir Micha. Senyum tertulus yang pernah disunggingkannya dalam beberapa minggu terakhir.
Leeteuk seperti seorang malaikat yang datang saat dia butuh.
***
Sejak hari itu, Micha dan Leeteuk menjadi semakin akrab. Perlahan Micha sudah kembali ceria seperti sediakala. Kehadiran Leeteuk seperti angin yang berhembus pelan dan menggeser gumpalan awan kesedihan yang menyelimuti Micha. Micha juga kini lebih sering mencicipi coklat. Leeteuk sering menghadiahinya dark chocolate, untuk memperbaiki mood katanya.
Hot chocolate,” Micha tak bisa menyembunyikan senyumnya saat mendapati Leeteuk sudah berdiri di hadapannya untuk memesan minuman itu lagi.
Seperti sore-sore sebelumnya, Leeteuk datang ke café tempat Micha bekerja dan memesan minuman yang sama, hari ini sambil menunggui Micha menyelesaikan pekerjaannya. Mereka sudah berbagi janji akan menghabiskan sisa hari bersama.
Leeteuk tersenyum kecut saat melihat Micha nyaris jatuh karena menyenggol meja. Beruntung nampan yang dibawa Micha tidak jatuh.
“Kenapa kau jadi panik? Gugup karena membawakan minuman untukku?” goda Leeteuk yang mendapat lirikan agak sinis plus senyum malu dari Micha. Tanpa menjawab Micha segera menjauh. Kenapa jantungnya jadi berdegup tidak karuan sih? Kenapa seperti ada peternakan kupu-kupu di perutnya?
Jawabannya? Karena ada sesuatu yang telah jatuh’!
Mereka berdua menghabiskan sore dengan mengobrol panjang lebar di taman dekat aparteman Leeteuk, obrolan itu tak pernah habis, bahkan memperdebatkan hal-hal tidak penting pun selalu terasa menyenangkan.
“Kenapa kau sangat menyukai cokelat Leeteuk-ssi?”
“Karena cokelat tidak hanya enak tapi juga memiliki banyak manfaat untuk tubuh kita. Misalnya,” Leeteuk menegakkan tubuhnya sebelum menjelaskan lebih lanjut, seperti pembawa berita yang akan membacakan berita penting. “Coklat mengandung banyak unsur yang bersifat menjadi stimulan antara lain theobromine, phenethylamine, dan caffeine yang dapat meningkatkan kesadaran dan kemampuan berkonsentrasi. Theobromine dalam cokelat disinyalir berfungsi menyembuhkan batuk secara lebih baik dibandingkan obat batuk.  Senyawa flavanol (antioksidan) dalam cokelat diindikasikan dapat membantu mencegah tekanan darah tinggi. Kandungan phenylethylamine yang adalah suatu substansi mirip amphetanine yang dapat meningkatkan serapan triptofan ke dalam otak yang kemudian pada gilirannya menghasilkan dopamine. Dampak dopamine adalah muncul perasaan senang dan perbaikan suasana hati. Riset lainnya menyebutkan bahwa coklat hitam yang rasanya manis dan agak pahit memiliki manfaat lebih besar untuk kesehatan jantung.” Micha cuma bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebagai respon atas kalimat ilmiah nan panjang yang dilontarkan Leeteuk.
“Aku jadi pusing, kalimatmu terlalu ilmiah untuk dicerna otakku yang lamban. Dan intinya adalah?”
“Cokelat bagus untuk tubuh. Jadi kau bisa mengganti permen karamelmu dengan cokelat saja!”
“Aku sudah tidak mengkonsumsi permen karamel sekarang. Aku sudah membuang semuanya!”
“Termasuk kenanganmu dengan Siwon?” pertanyaan Leeteuk membuat Micha tertegun. Mengapa Leeteuk tiba-tiba menanyakan itu? “Lupakan apa yang aku katakan tadi.” tambah Leeteuk cepat, meski dia penasaran dengan jawaban pertanyaan itu.
Leeteuk hanya tidak ingin kenangan itu terus-terusan menghantui Micha. Micha tak seharusnya menghabiskan waktu untuk menangisi semua. Seharusnya Micha mencoba membuka hatinya kepada orang lain, seperti Micha yang sudah beralih dari permen karamel ke cokelat.
Mungkin mencoba membuka hati untuknya yang sudah berusaha mengetuk dan mencari kunci untuk membuka pintu hati itu selama ini.
“Mungkin aku tidak bisa melupakan semua kenangan itu, tapi aku tak lagi tersakiti karenanya. Pasti ada hikmah di balik semuanya, satu diantaranya adalah aku bisa mengenalmu. Aku beruntung bisa mengenalmu.” ujar Micha, kini gantian Leeteuk yang melongo mendengarnya.
“Aku menyukaimu. Sejak pertama kali kau menyajikan secangkir cokelat hangat untukku.” kata Leeteuk segera sebelum keberaniannya surut. Micha tertawa. Leeteuk tak bisa mendefenisikan maksud dari tawa itu. Marah jelas bukan. Tawa hambar juga bukan. Tawa gugup? Juga bahagia? Dia tak pandai bermain tebak-tebakan.
“Kau tahu? Kau seperti cokelat untukku, Oppa!”
Mwo? Oppa?” Leeteuk menatap Micha dengan mata yang melebar. Selama ini Micha tak pernah sekalipun memanggilnya dengan panggilan itu, Micha selalu berbicara cenderung formal dengannya.
“Apa? Ada yang salah? Aku tak boleh memanggil pacarku dengan panggilan ‘Oppa’?”
Pacar? Dia tidak salah dengar kan?
“Pacar?” Leeteuk bertanya lagi.
Aish. Berapa lama kamu mulai mengkonsumsi cokelat, Oppa? Kupikir cokelat juga dapat meningkatkan daya kerja otak.”Micha merengut. “Kau bilang, kau menyukaiku dan aku juga menyukaimu. Bukankah lebih baik kita pacaran saja?”
Leeteuk termangu menatap Micha yang cemberut di hadapannya. Leeteuk tertawa pelan lalu mendekati Micha dan memeluknya erat. Musim semi di hatinya kini telah datang.
“Aku mencintaimu.” bisik Leeteuk.
“Aku juga mencintaimu, My Chocolate Love!”
Lampu taman mulai eksis di kegelapan yang perlahan melingkupi, Leeteuk dan Micha duduk di ayunan taman sambil bergandengan tangan. Jika sinar bulan bisa menampakkan aura yang melingkupi mereka, warnanya pasti merah muda.
“Aku ingin bertemu dengan Siwon segera,” kata Leeteuk, Micha menatapnya dengan tatapan bertanya tapi Leeteuk hanya tersenyum. “Nanti kau akan tahu untuk apa aku menemuinya.”
***
Oppa!” panggil Micha sambil berlari kecil ke arah Leeteuk yang baru datang. Micha sangat penasaran karena Leeteuk baru saja menemui Siwon. Sebulan berlalu sejak Leeteuk mengatakan ingin bertemu Siwon tapi baru sempat terealisasikan sekarang. “Kalian membicarakan apa? Kalian tidak bertengkar karenaku kan?”
Leeteuk mengacak rambut Micha gemas mendengar seruan pede itu. “Siwon dan Song Hye masih berpacaran saat ini.” Leeteuk memilih memberitahukan kabar lain lebih dahulu, Micha tampak santai saja menanggapinya.
“Oh, ya? Baguslah kalau begitu. Aku juga sudah memilikimu sekarang. Jadi apa yang kau katakan pada Siwon Oppa?”
“Aku berterima kasih padanya karena telah melepasmu. Aku tak akan pernah bisa bersama denganmu jika kalian masih bersama. Dan jika itu terjadi aku tak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini.”
Micha mengangguk-angguk, menggandeng tangan Leeteuk manja lalu menyandarkan kepalanya di bahu Leeteuk. “Apakah aku harus berterima kasih pada Song Hye karena dulu merebut pacarku hingga aku bisa bertemu denganmu?”
“Mungkin lain kali kita bisa mengajak mereka berkencan ganda sebagai ucapan terima kasih.” usul Leeteuk sambil mengerling. Micha menjentikkan jari.
“Ide yang bagus. Pasti sangat menyenangkan.”
Setiap orang punya pendapat sendiri untuk merepresentasikan hidupnya. Seperti Han Micha yang kini menganggap hidupnya seperti dark chocolate. Manis dengan sentuhan pahit di dalamnya. Tak hanya membagi kebahagiaan tapi juga memberi pelajaran, bahwa hidup itu tak hanya terdiri dalam satu rasa yang sama, tapi ada rasa yang lain yang saling melengkapi. Agar hidup jadi terasa lebih sempurna dan berarti.
Lalu, seperti apa hidupmu?
-The End-


[1] Oppa = Kakak laki-laki (diucapkan oleh perempuan)
[2] Jinjayo = Benarkah
[3] Jweisonghamnida = Maaf (formal)
[4] Ne = Ya
[5] Anio = Tidak
[6] Ahjussi = Paman
[7] Mwo = Apa
[8] Gamsahamnida : Terima kasih (formal)
[9] Ssi = partikel di belakang nama

1 komentar:

chumills mengatakan...

waaahhhh... bagus!!!!
ceritanya mengalir dengan bahasa yang lugas.
enak bacanya, asik^^

 

Karina Sacharissa Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review