Sabtu, 02 Juli 2011

I'm Fool

Diposting oleh sachakarina di Sabtu, Juli 02, 2011



Pergilah kau, Pergi dari hidupku
Bawalah rasa bersalahmu
Pergilah kau, pergi dari hidupku
Bawalah rahasiamu yang tak ingin kutahui
(Pergilah Kau by Sherina Munaf)

***
Aku tidak pernah menyangka sakit hati itu ternyata sesakit ini. Seperti ditoreh dengan pisau tumpul berkarat lalu ditambah taburan garam. Perih. Aku merasa sesak jika memikirkan semuanya. Tentang hubunganku dengan Nathan—Nat—yang telah berakhir.

Meski peristiwa itu terjadi sebulan lalu tapi bekasnya masih saja ada. Perih itu belum pernah pulih. Lubang yang ditorehkannya malah makin melebar, mengingat dia meninggalkanku begitu saja. Tanpa alasan, tanpa penjelasan. Aku bangun pagi itu dan tahu-tahu semuanya sudah berakhir. Seperti mimpi buruk.  Sayangnya aku tak bisa bangun untuk mengakhirinya.

“Apa salah yang aku perbuat?” Aku mulai bertanya pada diriku sendiri. Tapi aku tidak tahu jawabannya. Dia tak ingin menjawab, dan aku merasa tidak pernah berbuat salah sama sekali. Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untuknya. Atau itu cuma perasaanku saja? Entahlah. Gelap.

Aku mengira bahwa perpisahan kami disebabkan oleh orang ketiga. Aku pernah membaca SMS dari seorang gadis di ponselnya yang mengajaknya bertemu. Saat kutanyakan dia hanya berkata bahwa itu temannya. Aku percaya padanya, jadi aku tak bertanya lagi. Aku membiarkannya pergi. Aku tak pernah mau membatasi dirinya untuk berteman dengan siapapun. Aku tidak ingin terlalu mendominasi hidupnya. Bagaimanapun dia punya privasi juga dan aku menghargai itu.

Stop!! Mengulik semua itu lebih dalam sama saja dengan menambah luka yang ada di hatiku sekarang. 

Malam ini aku mengusir sepiku dengan chatting. Aku selalu berusaha menyibukkan diri agar aku tidak punya waktu untuk mengasihani diriku sendiri. Setidaknya, teman di dunia maya bisa sedikit mengalihkan perhatian.
Dan aku terkejut bukan main saat kotak obrolan muncul di layar PCku. 

Shield_rednet : Hi, Sunshine J

Nathan. Jantungku langsung berdegup kencang. Dia memanggilku Sunshine. Lagi. Panggilan sayangnya untukku dulu. Yang sekarang aku jadikan nama acc-ku.

Aku pikir dia sudah meremove-ku dari friendlist-nya. Dengan gugup aku mulai mengetik.

Sunshine: Hi J

Aku hanya menulis itu karena tidak tahu harus berkata apa lagi.

Shield_rednet: apa kabar?

Sangat- sangat tidak baik.

Sunshine: Baik. 

Sayangnya aku tak punya keberanian menulis itu. Bukan karena aku takut, aku cuma tidak ingin terlihat rapuh setelah perpisahan kami. Egoku terlalu tinggi. Padahal, jika aku adalah sebuah kaca, aku sudah hancur berkeping-keping. Setiap potongan tercecer dimana-mana dan tak mampu disatukan lagi. 

Shield_rednet: I LOVE U :*

Aku terpaku. Jantungku yang tadinya sudah kembali normal, langsung terpompa lebih cepat kembali. Aku membaca berulang-ulang kalimat itu? Berusaha mengejanya sebaik mungkin. Aku tidak salah baca kan? Kalimat itu ditujukan untukku kan? Aku ingin percaya. Tapi aku takut jatuh lagi. Luka itu belum kering, aku tidak ingin menambah perihnya. Aku bisa mati nanti.

Sunshine: Aku pikir kamu salah kirim!

Shield_rednet: Tidak. I LOVE my sunshine. 

Sunshine: Really?

Shield_rednet: Trust me!

Dan aku percaya! Dengan mudahnya.

***
Aku menikmati sore yang cerah di sebuah café yang ada di depan Chalicca’s bookstore (toko buku favoritku) sambil menikmati es krim. Novel-novel yang aku beli tergeletak di meja.

Dulu, café ini juga merupakan favoritku bersama Nat. Apalagi saat hujan turun. Aku suka menatap titik hujan yang menerpa kaca café, dan dia senang menemaniku sambil menikmati secangkir kopi, membicarakan apa saja. Kenapa aku bisa lupa betapa menyenangkannya saat  itu?

Aku kangen dia! Aku ingin bertemu dengannya.

Beberapa hari ini kami sering bertukar kabar lewat SMS. Awalnya aku merasa heran dengan semua itu, tapi belakangan aku berkesimpulan bahwa dia melakukan itu karena merasa bersalah padaku. Sahabatku yang kuajak curhat juga mengatakan hal yang sama.

“Dia nyesel ninggalin elo kali, dan sekarang dia pengen balik lagi.” Aku teringat perkataan sahabatku beberapa hari yang lalu.

Anganku melambung jauh tinggi ke awan, bermain bersama burung yang terbang bebas di langit biru. Aku masih mencintainya. Sangat. Aku berharap terlalu banyak.

Aku ingin segera bertemu dengannya. Semoga saja dia tak sibuk lagi seperti kemarin-kemarin.

Aku kembali menyuapkan es krim ke mulutku dan nyaris tersedak. Aku menatap nanar ke arah jalanan yang agak sepi di depan café. Aku melihat orang yang sangat kukenal merangkul mesra seorang gadis.

Jantungku mencelos. 

Aku seperti tersiram air es yang dinginnya melebihi air saat musim dingin terdingin dimana saja. Aku mati rasa.
Aku menyuapkan es krimku sangat bersemangat sambil menggerutu marah. Berharap dinginnya es krim mampu mendinginkan kepalaku yang berasap layaknya di film-film kartun. 

Aku pernah membaca di sebuah novel karangan penulis favoritku.

If you can’t solve the problem, ice cream can’

Aku tidak yakin kebenaran kalimat itu sekarang karena es krim jumboku sudah habis, amarahku masih menggantung di hatiku. Perih yang kemarin belum sembuh kini tertutupi kabut emosi. Semakin menyesakkan. Aku seperti bom waktu yang siap meledak.

Nathan melingkarkan tangannya ke pinggang wanita itu. Mesra. Pandanganku tidak teralih sedikit pun darinya. Aku ingin dia melihatku!

Untuk apa dia menggembar-gemborkan bahwa dia mencintaiku kalau kali ini aku melihatnya bersama wanita lain. Kepedihan sekaligus kekesalanku mulai membuncah. Aku mempercayainya dan dia telak-telak mempermainkanku.

I’m fool.  

Aku melihat Nat menoleh, dan sepersekian detik mata kami bertemu. Aku tersenyum sinis saat melihat mata sipitnya membelalak, lalu dia memalingkan mukanya. Dia pura-pura tidak melihatku. Dia lalu mempercepat langkahnya masuk ke dalam toko buku, menarik kekasihnya yang kebingungan.

Harusnya aku tak pernah mempercayainya.

Aku memang bodoh telah mempercayainya. Aku melihat semua yang ada di hadapanku mengabur. Air mata mulai menggenang di pelupuk mataku. Aku membiarkannya. Air mata kesedihan dan emosi yang berkecamuk bercampur jadi satu. 

Tangisan ini adalah yang terakhir untuknya. Aku akan membuang semua kenangan bersama kami. Selamanya. Kenangan kami adalah mimpi buruk. 

Aku tidak ingin terus menjadi orang bodoh!! 

***

2 komentar:

Anonim mengatakan...

aaaaahhh, ini salah satu yang aku suka dari cerpen di blog ini: langsung ke intinya, nggak pake prolog panjang2..

oya, ntah tampilan di laptopku aja yang eror ato memang begitu, tapi tulisan di tepi kirinya kepotong semua

sachakarina mengatakan...

makasih ya :)

udah aku edit kok,

 

Karina Sacharissa Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review