Rabu, 07 April 2010

Pikir lagi deh!!

Diposting oleh sachakarina di Rabu, April 07, 2010 0 komentar
lagi iseng- iseng buka situs majalah CosmoGIRL! dapat artikel bagus yang kayaknya bagus untuk dibagi. untuk sementara aku posting disini, lain kali baca di cosmosGIRL! sendiri yah!
Ada beberapa hubungan cinta yang harus kamu hindari. Dari pada bikin hidupmu tambah ribet mending cari yang lain aja deh!

1. Mantan pacar teman. Meskipun temanmu sudah mutusin cowok itu, tapi dia pasti merasa sebal melihat kalian akrab berdua satu sama lain. Kecuali kamu sudah siap untuk kehilangan teman, lebih baik hindari hubungan cinta seperti itu.
2. Saudara kandung dari mantan pacar. Jangan pernah pacaran sama adik atau kakak mantan pacar! Biar bagaimana pun mereka adalah saudara kandung yang akan saling membantu. Seandainya kalian punya masalah, mereka akan bersekongkol untuk memojokkan kamu.
3. Saudara kandung sahabat. waktu dan perhatianmu untuk sahabat otomatis akan berkurang. Sewaktu- waktu kamu bisa dicemburui kedua belah pihak – sahabatmu- atau saudara kandungnya. Kamu juga tidak mungkin cerita detail dari hubungan kalian pada sahabatmu kan? (habis, dia kakaknya sih!)
4. Cowok yang baru putus. Dijamin dia masih punya perasaan sama mantan pacarnya karena mereka baru aja putus. Jangan percaya deh sama kata- kata, “ Aku sudah nggak ada apa- apa lagi kok sama dia”. Cowok juga tidak secepat itu bisa melupakan mantan pacarnya lho!

From:
http://www.cosmogirl.co.id/index.php?cg=bW9kPWNvbnRlbnQmY2F0PXZpZXcmaWRzZWM9NSZpZD0yMzY%3D


Selasa, 06 April 2010

Berhenti Berharap

Diposting oleh sachakarina di Selasa, April 06, 2010 0 komentar
Ghassani menutup teleponnya sambil tersenyum sumringah, disebelahnya, Darin, sahabatnya mengerutkan kening, ekspresinya tidak terbaca antara bertanya- tanya, curiga, takut sekaligus tampak senang. Nggak mungkin kan dia bersedih untuk sahabatnya yang sepertinya sedang bahagia ini? Darin menunggu Ghysa —sapaan akrab Ghassani— akan jejingkrakan didepannya berhubung yang menelepon tadi adalah Aji, mantan pacar Ghysa yang masih sangat disayanginya.



Menurut Ghysa mereka putus secara baik- baik, tapi menurut Darin tidak begitu, menilik cerita Ghysa tentang peristiwa putus mereka saat ia curhat ke Darin. Menurutnya lebih tepat dikatakan Ghysa putus karena Ghysa terlalu munafik, sebenarnya masih suka tapi dengan mudahnya meluluskan permintaan putus dari Aji. Ghysa punya alasannya, tapi dengan getolnya Darin menyangga:

1. Ghysa : “Cinta tak harus memiliki. Yang penting bagaimana orang yang kita sayang bahagia.”
Darin : “Dan kamu tidak pernah bahagia, karena tersiksa perasaan sendiri.”
2. Ghysa: “ Ngapain mempertahankan orang yang emang nggak mau lagi dipertahanin!”
Darin : “ itu tandanya kamu siap dengan semua konsekuensi, nggak nangis bombay kayak gini!”
3. Ghysa: Aku nggak mau kelihatan kalah. Merengek untuk tidak diputuskan itu tanda kekalahan!”
Darin : Kamu udah kalah, sejak kamu memutuskan untuk tidak ingin mempertahankan hubungan kalian, itu tandanya kamu udah kalah. Ego kamu yang menang”

Ghysa nggak bisa ngomong apa- apa lagi. Semua yang dikatakan Darin benar, tapi dia nggak boleh menyesal. Menyesal adalah tanda kekalahan. Nggak mungkin dia kalah lagi padahal sebelumnya udah kalah.

Sesaat Ghysa masih senyam- senyum nggak jelas, tapi otaknya tetap berpikir dengan keras, kemudian dia malah mengomel setelah menemukan kenyataan yang sebenarnya, rasionya telah mendominasi.

“ Ngapain sih dia nelpon- nelpon, ngajakin ketemuan lagi. Dasar cowok playboy. Huh!” Darin otomatis kaget mendengar omelan Ghysa. Bukannya tadi Ghysa tampak senang??

“ Loh, bukannya kamu senang, ditelpon sama ‘pujaan hatimu’?” Darin sengaja menekankan kata ‘pujaan hatimu’, membuat Ghysa makin kesal.

“ Seneng sih seneng. Tapi dia udah punya pacar sekarang. Bener- bener yah, dulu pas minta putus ngakunya nggak ada gebetan baru, tau- taunya baru sebulan putus udah punya pacar baru!”

“ Sebulan itu lama Ghys, kali aja mereka baru jadian.” Darin malah membela Aji.

“ Terus aja belain dia, mereka jadian seminggu yang lalu tauk. Indi kok yang cerita. Indi sama ceweknya Aji itu kan sekelas.”

“ Kamu nyari info tentang itu cewek yah? Lagian kenapa sih mesti marah, dia kan pacaran setelah kalian putus!”

“ Kalau iya kenapa, kamu juga mau marah?” Ghysa berkacak pinggang, emosinya benar- benar tersulur oleh kata- kata Darin sekaligus jengkel pada Aji. Kalau masih suka bilang aja, aku juga masih suka kok! Putusin pacar kamu! jangan ngegantung kayak gini. Udah punya pacar masih aja flirting sama cewek lain! Batin Ghysa, dongkol.
Darin cuma diam, tidak menjawab. Kalau dia menjawab hanya akan memperparah emosi Ghysa yang sedang tidak stabil itu. hari ini memang Ghysa gampang meledak, nggak lagi setenang biasanya..

“ Udah punya pacar, masih aja flirting sama cewek lain. Dasar yah, semua cewek playboy.” Lanjut Ghysa, menumpahkan semua amarahnya pada Darin.
Darin berdeham- deham, mengingatkan Ghysa bahwa tidak semua cowok seperti itu, termasuk dia. Tapi Ghysa tidak menggubrisnya.

***
Sebulan yang lalu

Ghysa menatap nanar cowok di depannya, tidak percaya apa yang telah di ucapkan Aji. Dia masih berusaha menghubungkan puzzle- puzzle peristiwa menjauhnya Aji akhir- akhir ini, ternyata semua ini adalah intinya.

“ Pu.. tus??” Ghysa memgulang kata terakhir aji dengan terbata- bata. Aji mengangguk. “ Kenapa?” Tanya Ghysa dengan suara lirih, nyaris tak terdengar.

“ Kamu terlalu baik buat aku Ghys, aku nggak bisa nyakitin kamu.”

“ Terlalu baik.” Ghysa menangguk- angguk. “ Dan apakah ini berarti kamu nggak nyakitin aku?”

“ Kalau hubungan ini diteruskan, kamu akan makin tersakiti!”

“ Bukan karena itu kan? Ada orang lain kan, Ji?” Aji menggeleng cepat- cepat.

Ghysa terdiam lama. Berpikir. Semua melintas tidak beraturan di otaknya, menuntut untuk diutarakan. Tapi ada satu yang paling menuntut: Harga dirinya. Dia nggak boleh terlihat lemah dan memohon- mohon agar Aji menarik lagi kata- katanya. Itu bisa menjatuhkan harga dirinya. Kalau Aji mau putus kenapa tidak, meski sebenarnya dia masih cinta tapi harga dirinya sebagai cewek jauh lebih penting, lebih mendesak. Dan..

“ Kalau itu yang kamu mau, OK. Kita putus.” Ucapnya mengangkat dagunya, berusaha menunjukkan bahwa dia baik- baik saja, padahal hatinya sudah retak berkeping- keping, seperti serpihan kaca. Ghysa tersenyum puas saat melihat Aji yang kaget karena kepercayaan diri. Tak tahu bahwa itu yang semakin membulatkan tekad Aji untuk putus saja dengannya, Aji merasa Ghysa benar- benar tidak menginginkannya lagi.
Ghysa awalnya baik- baik saja. Pulang ke rumahnya dengan santai, seperti tidak terjadi apa- apa. Tapi setelah Darin duduk didepannya siap menjadi pendengar setia seperti biasanya. Air matanya langsung merebak. Membuat Darin kebingungan mesti jengkel atau ikutan sedih juga. Jengkel karena Ghysa dengan mudahnya menyetujui permintaan putus dari Aji tanpa pertimbangan sama sekali dan sekarang malah menagis di depannya. Kesediahan Ghysa adalah sedihnya juga, sahabatnya —yang ditemuinya sejak TK dan masih bersama- sama sampai sekarang —yang diam- diam disukainya sejak masih dulu.

***

Ghysa menunggu Darin di depan café yang baru saja didatanginya dengan Aji. Dia langsung naik diboncengan Darin saat cowok itu menghentikan motor tepat didepannya. Disambutnya helm yang di sodorkan Darin dengan tidak sabar.

“ Kenapa minta jemput? Kenapa nggak di anterin pulang sama Aji?” Darin bertanya dengan nada tidak suka. Bukan tidak suka menjemput Ghysa, tapi tidak suka dengan tindakan Aji yang menurutnya sangat tidak gentle, berani mengajak keluar tapi nggak tau nganterin pulang.

“ Aji tadi buru- buru jadi nggak bisa nganter. Kayaknya sih tadi pacarnya nelpon.”

“ Kamu kok mau- maunya sih jalan bareng sama cowok yang udah punya pacar?”

“ Dia yang ngajak kok, katanya pacarnya nggak apa- apa. Lagian aku kan nggak maksud apa- apa. Aku nggak akan ngerebut dia dari pacarnya kok. Aji tuh sebenarnya masih cinta sama aku. Pasti dia nyesel sekarang. Beruntung banget yah pacarnya, dapat bekas pacar aku. hahaha” Ghysa malah tertawa. Terlalu percaya diri, dia sudah melambung tinggi oleh harapannya sendiri.

Darin kenal betul dengan Ghysa, Ghysa itu kadang terlalu jaim, dan juga suka berlebihan, termasuk jika mengharapkan sesuatu. Dia tak pernah benar- benar sadar bahwa semua yang kita inginkan tidak semuanya bisa tercapai. Ada saat dimana kita harus mengalami kegagalan.

“ Jangan terlalu berharap Ghys, kamu udah pernah kecewa sebelumnya!” Pesan Darin.

Ghysa sedang menunggu Darin di depan gerbang sekolah, mereka memang selalu pulang bareng. Tapi hari ini sepertinya Darin agak telat keluar karena yang mengajar adalah guru yang terkenal suka banget ngorupsi waktu, terutama waktu pulang seperti ini. Tiba- tiba sebuah sepeda motor yang sangat dikenalnya berhenti tepat didepannya. Aji.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, dia emang udah kangen lagi dengan Aji setelah pertemuan mereka yang terakhir, dua hari lalu. Tak disangka Aji langsung datang ke sekolahnya, hanya untuk menemuinya. Apa lagi namanya kalau bukan Aji masih suka sama Ghysa? Dia tersenyum memikirkan itu.

Sebuah pertanyaan baru muncul begitu saja: Kalau menurutnya Aji salah —karena udah punya pacar tapi masih flirting sama cewek lain— terus dia namanya apa dong? Berharap pada cowok yang udah punya cewek? Jadi trouble maker? Tapi langsung di hapusnya pemikiran itu. Yang main api duluan adalah Aji, dia cuma ikut dalam permainan itu. Dia tidak sadar yang memulai bukan berarti yang akan tersakiti pada akhirnya.

“ Hi. Ghys, bisa ikut aku nggak? Aku pengen minta tolong sama kamu!” Ujar Aji langsung, tampang memohonnya membuat Ghysa tersenyum senang, senyum penuh harap. Pasti Aji nyesel udah minta putus sama aku. Batinnya. Apalagi Indi kemarin bercerita bahwa kemarin di sekolah dia melihat Aji dan pacarnya berantem di parkiran. Kesempatan tidak datang dua kali.

“ Boleh, tapi aku hubungin Darin dulu, biar dia nggak usah nungguin.” Baru saja Ghysa ingin menelepon Darin tapi ia batalkan. Darin kan masih belajar. Akhirnya dia cuma mengirimkan pesan singkat bahwa dia pergi dengan Aji dan tak usah ditunggu.
Darin yang merasakan ponselnya bergetar segera merogoh kantongnya, tidak peduli dengan penjelasan mengenai sistem pencernaan pada katak. Ghysa pasti udah ngomel- ngomel sebab ia belum keluar juga. Tapi Darin malah kaget membaca sms pemberitahuan dari Ghysa bahwa ia pulang dengan Aji. Darin makin nggak konsentrasi.

Sejak mereka Ghysa dan Aji putus —dan Ghysa masih mencintai Aji, setiap mereka bertemu pasti akan berakhir buruk setidaknya bagi Ghysa.

Di tempat lain, Ghysa dan Aji melangkah berbarengan masuk kedalam sebuah café. Ghysa sempat heran mengapa mereka menghampiri meja yang sudah ada pemiliknya? Setelah mereka berjarak lima meter dan dapat melihat siapa yang duduk di meja yang sedang dia tuju, jantungnya langsung berdegup kencang. Pacar Aji.

Ada apa ini? Ghysa mulai bertanya- tanya.

“ Ghys, maaf aku ngajak kamu kesini. Aku nggak tahu lagi gimana bikin Puti biar percaya sama aku kalau kita tuh emang nggak ada hubungan apa- apa!” Aji berujar lirik. Di depannya sang pacar memasang tampang cemberut.

Tiba- tiba Ghysa merasa pusing. Bukan ini yang dia harapkan!

Kehadirannya di sini semata- mata untuk menyelamatkan hubungan sang mantan pacar.

“ Ya, aku emang nggak punya hubungan apa- apa sama Aji, selain Aji adalah mantan pacar aku.” Ghysa melirik Aji. “ Itu nggak bisa dipungkiri kan?”

“ Bisa aja kalian sekongkol!” Komentar Puti acuh tak acuh. Dengan jelas Ghysa bisa melihat bagaimana Aji diperlakukan begitu oleh Puti. Menderita. Aji pasti sudah kehabisan kata- kata menjelaskan pada si Puti ini.

“ Kita nggak ada hubungan apa- apa, Put. Antara kami berdua cuma masa lalu. Aku cuma sayang kamu sekarang.” Kata- kata Aji berhasil membuat Ghysa terhempas setelah sempat diterbangkan oleh harapannya yang terlalu tinggi. Rasanya sangat perih, jauh lebih perih saat mereka putus dulu. Didepannya, cowok yang disayanginya mengakui bahwa dia lebih menyayangi cewek lain.

Air mata Ghysa hampir saja jatuh tapi berusaha di tahannya. Masih ada yang ingin di ucapkannya.
“ Kita emang nggak punya hubungan apa- apa kok. Kamu tenang aja. Setelah kami memutuskan untuk putus kami nggak berniat balikan lagi. Selain jadi sahabat seperti dulu. Aku juga nggak mungkin ngerebut cowok yang udah punya pacar. Jangan sampai hubungan kalian putus hanya karena gara- gara begini. Kamu akan menyesal kehilangan Aji. Kamu bisa nyesel kehilangan orang yang sangat sayang sama kamu.” Ucapannya benar- benar tulus dari hati.

Mengalah.

Hal yang pantas dilakukannya.

Amarah Puti mengendur, percaya sekarang. Aji menatap Ghysa dengan tatapan terima klasih. Ghysa tidak bisa berlama- lama lagi disini. Menatap kemesraan yang memuaakan untuknya. Mengingat si cowok adalah cintanya, dan takdir tidak memilihnya. Dari awal memang Aji bukan untuknya, tapi untuk Puti. Dia sadar sekarang.

“Aku pulang duluan yah.” Ucapnya dan berbalik.

“ Aku anterin, Ghys.” Aji menawarkan, tapi Ghysa menggeleng.

“ Nggak usah, makasih. Darin jemput kok.” Dia tak menoleh lagi.

Bukan aji yang terbaik buat aku. Tapi pasti ada.

***

Drrrtttt
Ponsel Darin bergetar, dengan sigap dia meraihnya dan langsung menjawab.

“ Kamu dimana, Ghys.” Diam sejenak, Darin mendengarkan. “ Ok, jangan kemana- mana tunggu aku disana.”

Darin segera menuju ke tempat Ghysa menunggunya. Dia sangat panic mendengar suara parau Ghysa. Pasti ada apa- apa sampai- sampai Ghysa nggak mampu menahan tangisnya seperti itu.

Darin menemukan Ghysa di sebuah halte lumayan jauh dari café yang Ghysa datangi tadi. Ia langsung memapah Ghysa masuk kedalam mobil. Begitu mobilnya melaju, hujan deras mengguyur. Untung saja dia tadi tidak memakai motornya.

Ghysa masih sesenggukan. Darin cuma menatapnya cemas, sungkan untuk bertanya, takut membuat tangis Ghysa pecah lagi.

“ Dia cuma sayang Puti. Cuma aku yang terlalu bodoh, terlalu berharap.” Ghysa yang membuka percakapan akhirnya. Darin masih terdiam, tidak menanggapi. Tahu bahwa Ghysa hanya ingin bercerita, mengeluh. “ Dia nggak pernah sayang sama aku. Aji untuk Puti, bukan untuk aku!”

“ Kamu akan punya seseorang yang pasti bisa kamu miliki.” Komentar Darin. Ghysa langsung menoleh ke Darin.

“ Siapa?” Tanya Ghysa ketus. Tangisnya merebak lagi

Aku. Ingin sekali Darin meneriakkan itu, tapi urungkannya. Tidak mau persahabatannya hancur hanya karena masalah ini.

Darin sengaja berhenti tidak tepat didepan rumah Ghysa, memberikan waktu pada Ghysa agar dapat mengendalikan sedihnya. Tidak mungkin dia masuk ke rumah dalam keadaan seberantakan ini. Jika di lihat oleh Mamanya dan ditanya- tanyai pasti dia akan menangis lagi.

Suasana di dalam mobil sangat hening, hanya suara rintik hujan mengenai kaca mobil yang terdengar. Ghysa bersandar pada jok mobil sambil menatap Darin yang juga sedang menatap pemandangan di luar. Bersyukur dia punya sahabat seperti Darin, yang selalu ada saat dia butuh dan mengerti tentang dirinya luar dalam. Ghysa lalu teringat kata- kata Darin tadi, “ Kamu akan punya seseorang yang pasti bisa kamu miliki!” Ghysa mengerti.

“ Darin..” Panggilnya, Darin menoleh, sebelah alisnya terangkat, Ghysa tahu kalau Darin sedang bertanya. “ Kok tumben bawa mobil. Motor kamu mana?”

“ Tadi mendung, takutnya hujan. Eh, ternyata hujan beneran.” Karena Ghysa lagi- lagi terdiam, Darin kembali menatap keluar jendela. Ghysa masih saja betah menatap Darin.
Tiba- tiba Jantung Ghysa berdetak lebih cepat. Ini Darin. Ini Darin.. ditandaskannya kata- kata itu untuk menenangkan dirinya sendiri.

“ Darin..” panggilnya lagi.

“ Hmmm” jawabnya tanpa menoleh.

“ Gantiin Aji yah di hati aku!” mendengar kata- kata itu Darin sontak menoleh, shock. Nggak nyangka Ghysa yang mengucapkan itu, seharusnya dia yang mengutarakannya.

Darin menggeleng lemah “ Nggak bisa, Ghys.” Ghysa mendesah. “ Aku nggak bisa jadi pengganti Aji, aku lebih dari sekedar ngegantiin Aji. Aku selalu milikmu, ada ataupun tanpa Aji.” Darin mengucapkan itu sambil tersenyum cemerlang, senyum yang sangat disukai Ghysa, apalagi kedua lesung pipit tercetak di pipi Darin.
Ghysa memutar bola matanya “ Kalau udah punya cewek nggak boleh lagi flirting sama cewek lain kayak Aji yah!” Ghysa mewanti- wanti.

“ Kalau udah punya cowok nggak boleh lagi sebut- sebut nama mantan pacar yang udah punya cewek.”

Mereka berdua tertawa. Seberkas sinar matahari menembus awan- awan, membiaskan tujuh warna indah di langit saat menyentuh titik- titik hujan.
Ghysa mentap Darin lagi, bersyukur selalu ada Darin di dekatnya, di hatinya. Tadi hatinya sempat kelabu, tapi Darin seperti mentari yang muncul ditengah rintik dan membiaskan warna. Mulai hari ini dan seterusnya, hatinya—hidupnya— akan selalu berwarna dengan kehadiran Darin.
 

Karina Sacharissa Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review