Nianda berdiri di tepi jalan, ia memandangi sebuah bukit yang dikelilingi sawah yang kini sudah mengering. Ia berusaha mengorek kenangan masa lalunya yang masih tersisa. Di bukit itu, tempatnya menghabiskan waktu bermainnya sepuluh tahun lalu kini tampak sangat berbeda.
Ia merindukan masa kecilnya.
***
“Aku punya rahasia.” bisik Radi.
Nianda menoleh kepada sahabatnya, sarat akan rasa penasaran. “Apa?”
“Aku menemukan sebuah bukit rahasia, hanya kita berdua yang tahu. Kau mau ke sana?” Nianda mengangguk dengan antusias, ia meninggalkan bonekanya di teras begitu saja. Bertualang jauh lebih seru.
Radi membawa Nianda melewati pematang-pematang sawah yang agak berlumpur. Para petani bersuka cita, hujan semalaman membuat debit air di sawah menjadi berlimpah. Kaki Nianda tenggelam di kubangan berkali-kali hingga membuat semua bajunya kotor, ia sudah menjinjing sendalnya sejak alas kakinya itu ikut tertinggal dalam kubangan lumpur dan Radi harus mencarikan untuknya.
Mereka tiba di sebuah bukit tidak lama kemudian. Bukit itu cukup kecil, diameternya sekitar tujuh meter dan hanya ada sebatang pohon mahoni yang tumbuh ditengahnya.
“Aku yang menemukannya, aku menamakannya bukit Sikatamui.” Radi berujar dengan bangga. Ia merasa seperti Cristopher Colombus yang menemukan benua Amerika.
Nianda mengedarkan pandangan ke sekeliling, di bawah sana terlihat sebuah jalan setapak yang bayak dilalui orang-orang. Ia tidak mengerti mengapa Radi mengajaknya melewati sawah yang rutenya memutar padahal ada jalan yang lebih mudah untuk dilalui, mereka tidak perlu kotor-kotoran begini. Bukit rahasia? Nianda tidak yakin bahwa ini sebuah rahasia karena semua orang sepertinya tahu (meski ia memang baru ke tempat itu) tentang bukit kecil itu. Setahunya, tempat rahasia adalah tempat yang tidak ada seorang pun yang tahu, bukan sebuah bukit yang tidak jauh dari mereka terlihat beberapa wanita yang nampak mencuci dan mandi di sumur di tepi sawah.
Tapi dunia anak-anak bukanlah dunia yang penuh logika. Nianda menyukai bukit ‘rahasia’ yang ditemukan Radi ini. Apalagi Radi hanya berbagi padanya.
“Kenapa namanya Sikatamui?”
“Karena…” Radi mencari alasan. “karena itu terdengar keren.” lanjutnya. Nianda tidak bertanya lagi karena ia sama bingungnya dengan Radi. Arti nama bukanlah masalah, yang penting ini adalah bukit mereka berdua.
Mereka bersandar di bawah pohon untuk waktu yang lama, matahari bersinar tidak begitu terik serta angin yang berhembus pelan membuat mereka seperti terbuai. Mereka mampir ke sumur yang saat ini sudah sepi untuk membersihkan lumpur yang sudah mengering di tubuh mereka lalu pulang melewati jalan setapak agar lebih dekat.
Dan Nianda paling suka ke tempat itu ketika pohon mahoni sedang menggugurkan daunnya saat musim kemarau datang, ia sangat suka moment dimana ia duduk di bawah pohon dan daun-daun kecoklatan itu menerpanya. Jika angin sedikit lebih kencang, Ia dan Radi akan berlomba menangkap buah mahoni yang ringan. Mereka harus mencuci tangan dengan bersih jika tidak ingin rasa pahit buah mahoni itu tetap menempel di tangan mereka.
Hari-hari yang indah.
***
“Kau merindukan tempat itu?” Nianda terlonjak kaget dan lamunannya buyar seketika, tahu-tahu Radi sudah ada di sebelahnya. Ia tidak benar-benar tahu bahwa sahabat kecilnya itu ada di desa kecil ini juga.
Belum sempat Nianda memberikan respon, Radi sudah mencengkeram pergelangan tangannya dan menariknya menuju bukit itu. Ia bisa merasakan sesuatu yang tidak terdeskripsikan menyesup di hatinya namun ia menikmatinya.
Pohon mahoni itu sudah tidak ada, kini tergantikan bangunan kecil setengah jadi yang terabaikan.
“Bukit rahasia kita dulu kini jadi rahasia umum.” ujar Radi.
Nianda tertawa pelan, “Bukannya sejak dulu memang sudah rahasia umum? Kita saja yang tidak umum sehingga tidak mengetahuinya. Sayangnya, ada yang menebang pohon mahoni di sini.”
“Tapi dulunya kau sangat bahagia ketika pertama kali kuajak ke sini.”
“Itu karena aku masih anak-anak,”
Radi tampak kecewa, gadis di sebelahnya ini sudah penuh dengan logika, padahal ia ingin saat ini mereka digunakan untuk mengenang semua masa lalu itu, bermain-main dengan imajinasi. Mereka baru bertemu kembali setelah tiga tahun berpisah, ternyata jarak telah menciptakan jurang yang sangat jauh di antara mereka. Radi merasa dirinya konyol masih tetap mempertahankan kenangan masa kecil itu.
“Tapi bukit Sikatamui ini, akan jadi bukit ‘rahasia’ kita sampai kapan pun.” ujar Nianda, ia menoleh ke arah Radi sembari tersenyum manis. Senyum Radi ikut mengembang. Kenangan itu tidak akan pernah hilang di ingatan mereka, mereka akan selalu diikat oleh semua itu.
Benar kata Nianda, tempat itu akan selalu menjadi tempat rahasia mereka berdua, tak peduli berapa banyak orang lain yang tahu. Toh tak ada yang tahu bahwa mereka menutup pertemuan hari itu dengan sebuah kecupan manis di bibir masing-masing.
***
Cha.
Sumber Gambar: WeHeartIt
0 komentar:
Posting Komentar