Jumat, 16 November 2012

Kamu, Kita

Diposting oleh sachakarina di Jumat, November 16, 2012




Saya masih mengingat dengan jelas bagaimana kamu menyapa dan tersenyum dengan manismenyembulkan lesung pipitmudi depan saya. Melontarkan kalimat lelucon, yang membuat saya bersemu lantaran malu, alih-alih menjabat tangan saya untuk berkenalan dengan lebih formal.

Ketika kamu memaku pandanganmu padaku, saya jadi semakin gugup dan malu. Saya mulai mengkhawatirkan banyak hal dalam sekejap. Bagaimana penampilan saya saat itu?Apa wajah saya kusam? Rambut saya berantakan? Tidakkah baju yang saya kenakan ini bagus? Apakah saya menarik? Saya begitu butuh cermin yang tidak mungkin ada di sana sekarang. Ketika saya beranikan mengangkat wajah, saya menangkap refleksi diri sendiri di matamu yang gelap. Saya bertanya-tanya apa yang bisa saya lihat dengan jelas di sana, dan pada akhirnya saya menyerah lalu memalingkan wajah yang memanas. Keinginan untuk bercermin tadi hilang seketika, berganti keinginan menggali tanah dan menghilang saat itu juga. Berusaha membebaskan diri dari jerat tidak kasat mata yang membelit.

Saya jatuh. Padamu. Secepat itu.

Sungguh menakjubkan.

Mengantarkan saya pulang ke rumah untuk pertama kalinya selalu berkesan.
Tengah malam. Selepas hujan. Namun semua terasa benar. Bukan waktunya, tapi kehadiranmu. Saya berharap kamu selalu berada di sebelahku. Selalu tertangkap tatapan mataku karena jarak begitu menyiksa. Saya belajar dan menyesuaikan dengan sangat cepat--yang membuatku kagum pada diriku sendiri--tentang keberadaanmu di sampingku, namun rasanya begitu sulit menerima ketidakberadaanmu.

Saya sadar, saya tidak lagi bernafas untuk diriku sendiri. Untuk kamu juga.

Hal terbaik yang bisa saya bisa berikan pada diri saya sendiri. Segenggam cinta. Yang hangat. 

Sayangnya tidak semua bisa berjalan seperti yang inginkan.

Ada masa di mana saya mulai mencari-cari sisa kebahagiaan yang pernah ada, yang mulai memudar tanpa bisa dicegah. Saya tidak menyalahkan kesedihan yang mulai menguasai atau menyesali tiap airmata yang menitik. Saya sadar bahwa itu semua bukanlah sebuah ketidakbenaran. Perpisahan yang tidak terelakkan itu mungkin adalah hal paling benar yang pernah kita pilih.

Karena benang penghubung di antara kita memang hanya sepanjang itu. Berujung di situ.***


Cha.
Makassar, November 2012
22:21

0 komentar:

 

Karina Sacharissa Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review