Saya pernah merasa lebih lelah dari saat ini: ketika Ian menikah bulan November lalu. Bersih-bersih, bebenahin barang, bantu-bantu, ngurus ini dan itu. Waktu itu punggungku rasanya udah kayak mau patah. Koyo udah jadi teman setia--meskipun sebenarnya nggak terlalu membantu. Sebagai tuan rumah, saya nggak boleh leyeh-leyeh aja dong, apalagi saya yang paling tahu kondisi rumah, barang ini ada di mana, barang itu ada di mana. Ada satu hari di mana saya menangis diam-diam lantaran merasa terlalu lelah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada yang melarang tidur siang, tapi saya merasa amat salah ketika melakukannya sedang orang lain sedang berakhir
Tapi saya tahu itu akan berakhir. Hanya tiga atau empat hari, setelah itu saya bisa beristirahat untuk memulihkan tenaga kembali. Membiarkan sakit punggung berkepanjangan berarti saya membiarkan diri saya diintai, paling tidak, demam. Emang ada orang yang mau demam? Hah.
Sayangnya, saya tidak tahu kelelahan ini, di sini, kapan berakhir. Saya hanya akan datang-kelelahan-kesepian-mengeluh-membenci-menderita.