Saya mulai menyukai drama korea sejak masih SMP, saat itu drama seperti Winter Sonata, Endless Love, Full House dan Dae Jang Geum sedang populer di Indonesia. Sampai sekarang, ada banyak sekali drama yang saya tonton, malah belakangan ini saya lebih suka download daripada nunggu diputar di televisi.
Drama Korea memang terkenal dengan keromantisannya (sekaligus view latar yang indah, fashionable dan makanan yang menggiurkan), jadi bagaimanapun saya yang maniak ini bertumbuh dengan memimpikan keromantisan yang sama. Kencan di bawah siraman bunga sakura yang berguguran saat musim semi. Bersepeda di bawah bayang-bayang pohon dengan daun memerah saat musim gugur, daun-daun yang menutup jalan terserak ketika dilintasi. Bermain salju di musim dingin, dia dengan senang hati akan membuka jaketnya dan memasangkannya di bahumu agar kau tidak kedinginan. Dikejutkan dengan candle light dinner paling romantis (makin romantis jika dia yang memasakanya sendiri), atau dilamar dengan cara yang tidak terduga.
Tapi setelah jatuh cinta dan menjalani beberapa hubungan (romantis), saya sadar bahwa hal-hal seperti itu cuma ada di drama-drama korea, apalagi di Indonesia cuma ada musim hujan dan musim panas. Jadi kalau nggak basah-basahan (dengan terpaksa karena kehujanan), ya cuma panas-panasan. Jadi lupakan saja bunga sakura dan salju.
Kadang saya bertanya-tanya, hubungan yang benar-benar romantis itu bagaimana? Apakah memang seperti yang saya impikan atau ada indikator lain.
Well, romantis tergantung orang yang menjalaninya juga sih. Ada yang tiap hari berantem dan menganggap itu juga romantis. Atau cuma diam-diaman, dan saling terhubung dengan hati di keheningan.
Tapi setelah memperhatikan dengan seksama bagaimana mama dan papa berinteraksi, saya jadi tahu bahwa interaksi keduanya adalah hal paling romantis bagiku dan belakangan diam-diam kuinginkan juga. Bagaimana Mama dan Papa saling mengisi kekurangan satu sama lain membuatku iri.
Mama tidak perlu khawatir dengan apapun karena Papa akan selalu membantu menyelesaikannya. Saat ini Mama sedang kuliah S2. Lantaran kuliahnya sampai malam, semua tugas-tugasnya dikerjakan oleh Papa. Cuma Papa satu-satunya orang yang membantu tanpa mengeluh. Saya saja, cuma diminta untuk mencari bahan tugas Mama di internet suka bikin alasan ini-itu dan nunda-nunda pekerjaan terus. Ian (kakakku) lebih suka bilang sibuk dengan kerjaannya sendiri.
Kalau Mama sedang menjahit atau sibuk dengan tugas lain sampai tidak sempat memasak, Papa yang akan melakukannya bahkan jika saya ada. Saya sering bilang ke Alia bahwa saya sangat suka kitchen scene di drama/film manapun dan menginginkan hal seperti itu. Ada sebagian orang yang berpikir bahwa dapur dan memasak hanya tempat dan pekerjaan untuk perempuan, jadi seorang yang mau masuk dapur dan membantu tentu punya nilai lebih.
Betapa beruntungnya Mama....
Sebaliknya, Papa adalah orang yang selalu berpikiran negatif, yang katanya untuk menghindari dan mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Satu sisi memang tidak salah tapi kadang-kadang juga bikin drop. Di sinilah fungsinya Mama, beliau akan jadi penyeimbang, berusaha menjadi positif. Saya ingat saat gagal ujian masuk lokalnya Universitas Hasanuddin tahun 2008 lalu, Papa langsung bilang, kalau saya gagal masuk di universitas negeri lain di ujian SNMPTN, saya nggak akan kuliah tahun itu lantaran nggak akan dibiayai kuliah di universitas swasta. Itu ancaman paling keras yang pernah saya dapat dan langsung bikin tertekan duluan bahkan sebelum ambil formulir SNMPTN. Untungnya ada Mama yang menenangkan. Dan saya lulus SNMPTN. Ada banyak hal sejenis yang membuat drop karena Papa yang terlalu mengkhawatirkan kemungkinan terburuk namun selalu ada Mama yang memikirkan kemungkinan terbaik.
Ada yang bilang, bahwa cinta pertama sebagian perempuan adalah Ayahnya dan mereka ingin menikah dengan orang yang mirip dengan Ayahnya. Saya rasa itu memang benar.
Interaksi antara Mama dan Papa membuat saya sadar bahwa saya menginginkan hal seperti itu juga. Saya ingin berbahagia sebagaimana Mama dan Papa bahagia. Mereka tidak pernah mengatakan, "Aku mencintaimu," satu sama lain, kata itu seolah asing bagi mereka, namun mereka menunjukkan cinta dengan hadir untuk satu sama lain. Mereka bersama bukan cuma karena ini tapi karena saling memang membutuhkan. Sempurna adalah saat mereka bersama.
Mereka saling mencintai dengan cara mereka sendiri.
Saya iri.
0 komentar:
Posting Komentar