Masa SMA adalah masa paling indah. Yup, aku setuju banget sama pertanyaan itu. dan yang paling berkesan sampai sekarang adalah saat guruku marah di kelas. Bukan mengasyikkan sih ( ya iya lah), tapi seru juga buat dikenang.
Semenjak naik di kelas 3, kami sekelas sering banget bikin masalah, terutama membuat guru marah. Dan semuanya guru pelajaran Kimia. Aku ingat hari itu hari senin jam pelajaran terakhir. Aku lagi serius- seriusnya memperhatikan pelajaran (biasanya sih acuh tak acuh, mata pelajaran Kimia di tiga jam terakhir, hmmm, ngantuknya nggak ketahan). Nggak tahu kenapa, tiba- tiba guruku marah. Ternyata salah seorang temanku sedang nggak fokus sama pelajaran, dan bermain, menjahili teman yang lain. Guruku menganggap dirinya tidak dihormati, dan menurutnya dalam mengajar kami harus dengan kekerasan. Karena kami semua jika di beri hati minta jantung. Satu teman berbuat salah semua kena imbasnya. Karena Nila setitik rusak susu sebelanga.
Sambil marah- marah guruku menyuruh setiap anak mulai dari pojok depan untuk menjawab pertanyaan yang tadinya belum selesai terjawab karena Pak Guru mendapati seseorang bermain. Setiap Anak yang menjawab dengan tidak benar dijewer (kayak anak SD aja). Kedua tangan harus di atas meja, badan harus tegak. Aku deg- degan setengah mati, jantungku kayak mau lompat kelantai. Untung aku sempat membolak- balikkan buku dan mendapat jawaban yang benar. Yippie,,aku lolos.
Setelah aku menjawab jawaban dengan benar, Pak Guru lalu melangkah ke papan tulis, mulai menjelaskan lagi. Kemudian beralih ke pertanyaan ke dua.
“ Sekarang giliran siapa? Yang terakhir siapa?” Tanya Pak Guru
Teman sebangkuku mengangkat tangan, maksudnya sekarang gilirannya tapi guruku mengira tadi dia yang menjawab terakhir. Jadi Pak Guru beralih ke siswa selanjutnya. Temenku melongo keheranan. Aku menahan tawa.
Tiba- tiba Pak Guru mengambil sapu lidi di pojok belakang kelas. Lalu bertanya secara acak pada setiap anak pelajaran yang telah lalu. Anak yang tidak menjawab dengan tepat dan benar, mendapat jatah pukulan. Semua makin gugup, berdoa semoga beruntung dan tidak mendapat giliran ditanya. Tapi yang memenuhi pikiranku adalah jam berapa sekarang? Jam berapa bel tanda pelajaran berakhir berdering? Kapan kami bebas dari penyiksaan ini? Beberapa temanku bahkan menagis, tidak biasa diperlakukan kasar begini.
Braaakkkk
Salah satu meja temanku dipukul oleh Pak Guru mengagetkan kami semua. Jika aku punya riwayat penyakit jantung pasti akan kumat saat itu juga. Aku melihat teman didepanku sampai terlonjak dari tempat duduknya saking kagetnya. Kami yang melihatnya memerah karena menahan tawa, hiburan ditengah pembantaian. Aku terus berdoa semoga semua ini cepat berakhir.
Akhirnya doaku terkabul. Pak Guru akhirnya keluar. Kami tetap dikelas, beberapa orang menangis. Kami mendiskusikan bagaimana cara meminta maaf. Jadi kami ke ruang guru untuk mencari wali kelas kami untuk mencari solusi.
Rabu, pelajaran Kimia berikutnya. Kami diberikan ujian lisan. Setiap anak diminta untuk naik kedepan papan tulis, diberikan pertanyaan. Yang tidak menjawab dengan benar di pukul menggunakan sapu lidi. Untung namaku di absen berada di urutan agak bawah, jadi setelah bel berdering, aku nggak kena giliran.
Saat istirahat kami melihat Pak Guru di rumahnya. Kebetulan Pak Guru tinggal diperumahan sekolah. Kami semua lalu mendatangi rumahnya. Dan yang terjadi adalah dia membanting pintu rumahnya untuk kami dan menutup semua jendelanya. Itu penolakan yang paling menyakitkan, kami bersungguh- sungguh dan Beliau memperlakukan kami seperti itu. beberapa temanku tetap bertahan didepan rumahnya. Tapi aku lebih memilih masuk ke kelas dan menunggu hasil ‘mengemisnya’.
Pertemuan berikutnya Pak Guru udah nggak terlalu marah. Dia tidak lagi memukuli kami. Aku tahu itu Cuma emosi sesaat saja. Mungkin Pak Guru juga ada masalah pribadi, tapi karena kami juga bikin kesalahan maka kami kena imbasnya.. Apes
Beberapa bulan berikutnya, guruku itu pindah dan digantikan oleh guru Kimia Favoritku. Tapi menjelang ujian akhir. Guruku itu juga marah. Menurutku itu masalah yang sangat sepele. Dan memang temanku itu suka ngerecokin. Dia yang berbuat, giliran mau bertanggung jawab kami disuruh kompak. Lama- lama muak juga.
Hari itu guru memberitahukan tentang ujian praktek, dan masing- masing harus membawa bahan- bahannya masing. Kami diberi bocoran bahwa salah satu praktikumnya adalah mengidentifikasi kandungan zat makanan. Kami harus membawa Telur, Susu, terigu, dll. Salah seorang temanku nyeletuk
“Sekalian aja buat Martabak”
Ternyata guruku mendengar dan marah. Dia nggak mau masuk ke kelas, tapi setelah minta maaf beliau mau masuk lagi.
Itu kisahku di SMA yang sebenarnya sangat tidak menyenangkan, tapi kalau kami berkumpul lagi dan membahas kenangan itu lagi, kami nggak pernah bisa berhenti ngakak, sampai perut sakit.
THANKS 4 ALL MY TEACHER